Minggu, 08 Juni 2008

Bab 3 Pandangan akan semangat desain

Beri Daku Sumba

Di Uzbekistan, ada padang terbuka dan berdebu

Aneh, aku jadi ingat pada Umbu

Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka

Dimana matahari membusur api di atas sana

Rinduku pada Sumba adalah rindu peternak perjaka

Dimana peluh dan tenaga tanpa dihitung harga

Tanah rumput, topi rumput, dan jerami bekas rumput

Kleneng genta, ringkik kuda, dan teriakan gembala

Berdirilah di pesisir, matahari ‘kan terbit dari laut

Dan angin zat asam panas mulai dikipas dari sana

Beri daku sepotong daging bakar

Lenguh kerbau dan sapi malam hari

Beri daku sepucuk gitar

Bossa nova dan tiga ekor kuda

Beri daku cuaca tropika

Kering tanpa hujan ratusan hari

Beri daku ranah tanpa pagar

Luas tak berkata, namanya Sumba

Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda

Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh

Sementara langit bagai kain tenunan tangan,

Gelap coklat tua

Dan bola api, merah padam

Membenam di ufuk teduh

Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka

Dimana matahari membusur api,

Cuaca kering dan ternak melenguh

Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda

Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh

Karya: Taufiq Ismail

Dari: Laut Biru Langit Biru,

Ajib Rosidi







Kadang terasa aneh, mengapa kita bisa menyukai sesuatu saat pertama kali melihat, mendengar, membaca. Begitu pula yang terjadi mengapa saya jadi menyukai Spanyol. Sesuatu yang tidak terjelaskan.

Ketika membaca puisi ‘Beri Daku Sumba’, yang merupakan puisi favorit saya. Memang puisi ini menjelaskan suatu tempat yang saya tafsirkan di Sumba, Nusa Tenggara. Namun, ketika membacanya, saya bisa membayangkan suasana di Spanyol yang panas, terik, membakar, bahkan ketika bernafas, panas yang membakar paru-paru. Panas yang melelehkan keringat, yang diseka lengan, menimbulkan bau asin, seperti bau lautan yang membentang, merasakan hembusan angin laut yang menerpa. Sejauh mata memandang terlihat padang gersang, dengan debu yang menhabuk. Di kejauhan terdengar petikan gitar dangan diimbuhi rentak castanet. Warna-warni berkelebatan merah, kuning, fuschia, putih, emas, dan hitam.

Bab-bab awal dari tulisan ini menjadi semacam perkenalan ulang antara saya dan Spanyol. Ternyata masih terdapat banyak hal yang belum saya ketahui sebelumnya, sekarang mulai mengerti, namun ada yang masih tinggal dalam bayang-bayang.

Pertama-tama saya hendak mengkaitkan antara budaya ‘Spanyol secara umum’ dengan budaya Catalonia. Sebelum melakukan studi, saya tidak mengetahui bahwa ternyata Spanyol bukanlah Spanyol yang saya kenal hanya lewat tarian flamenco atau adu banteng yang saya saksikan di televisi. Spanyol ternyata juga memiliki perjalanan sejarah yang cukup kompleks dan ‘berdarah-darah’. Terjadi perang saudara yang memakan korban, terutama antara kaum Basque dan kaum Catalonia.

Dari sumber yang sempat saya wawancarai (Pak Deddy Halim yang pernah berada di kota Bilbao, Spanyol untuk melakukan workshop mengenai perkotaan), ternyata di kota Bilbao, ada sebuah daerah terisolasi bernama La Vieja, yang merupakan markas ETA, yaitu kelompok pemberontak dari kaum Basque. Sampai saat ini, markas ETA di La Vieja, menjadi daerah militan yang tertutup dan secara diam-diam masih aktif.

Menurut pendapatnya, ketegangan antara kaum Basque terhadap Catalonia masih ada, namun tidak separah dahulu. Penyebab dari ketegangan ini adalah semacam semangat primodialisme yang kuat, karena merasa sebagai kaum kuno atau asli Spanyol. Mereka memandang penduduk Barcelona (Catalonia) merupakan kaum yang terlalu modern dan ‘enggak Spanyol’. Menurutnya, dari segi perkotaan, memang terlihat antara lain, kota Bilbao dan Madrid memang masih kuno, banyak bangunan lama yang masih sangat tradisional. Sedangkan di Barcelona, kotanya dipenuhi dengan bangunan baru yang sangat kekinian.

Disini, dapat kita melihat bahwa ketegangan antar kaum masyarakat merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah kehidupan bernegara. Agaknya diperlukan kesadaran semua kaum masyarakat bahwa satu hal yang mendasar, sebagai sesama manusia sebaiknya saling tenggang rasa dan menghormati perbedaan.

Dari segi budaya, sebagai sesama budaya serumpun, pastilah saling mempengaruhi. Begitu pula halnya dengan Spanyol, walaupun terjadi ketegangan antara kaum Basque dan kaum Catalonia, tetapi sebagai sesama budaya serumpun, budaya Spanyol secara umum dan budaya Catalonia saling mempengaruhi. Sebagai perumpamaan perbandingan adalah budaya Indonesia secara keseluruhan dengan budaya Jawa. Beberapa unsur budaya Indonesia ada dan dipraktekkan dalam budaya Jawa. Begitu juga sebaliknya beberapa unsur budaya Jawa juga ada dan menjadi bagian dari budaya Indonesia.

Perpaduan merupakan hal yang alami dan tak terelakkan, menurut pendapat saya, merupakan suatu hal yang sia-sia jika ingin bertahan dengan budaya kita sendiri-sendiri. Hal tersebut merupakan suatu konteks yang selalu sering didengung-dengungkan, namun dalam prakteknya kita tidak dapat bertahan sendiri-sendiri secara 100%, karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang berinteraksi, dan secara terus menerus mengalami perubahan. Sebab perubahan itu kekal, dan kekal adalah perubahan.

Mengenai Antonio Gaudi. Karya-karya Gaudi merupakan bentuk dukungan terhadap gerakan nasionalisme Catalonia, dimana seluruh karya Gaudi berada dan hanya berada di Barcelona. Hingga saat ini, karya-karya Gaudi menjadi kebanggaan kota Barcelona secara khusus. Dimana tiga karyanya yaitu Casa Mila, Casa Batllo, dan Parc Guell diresmikan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia di tahun 1984.

Semangat nasionalisme Gaudi merupakan semangat nasionalisme yang patut ditiru. Di zaman seperti kita sekarang, semangat nasionalisme kurang perlu ditunjukkan dengan kekuatan fisik. Apalagi bagi kita yang bukan tentara. Sebagai kaum terpelajar, sudah saatnya kita mengarahkan semangat nasionalisme dengan berkarya sebaik-baiknya. Tidak perlu muluk-muluk bersifat nasionalis. Cukup berbuat yang terbaik bagi lingkungan sekitar dahulu. Jangan merugikan orang lain dan lingkungan. Jika setiap orang dapat melakukan hal ini, semoga akan terbina lingkungan hidup yang baik dan akan berkembang secara bertahap.

Karya-karya Gaudi memang tidak pernah dikaitkan dengan Spanyol secara keseluruhan. Apalagi, salah satu latar belakang karya-karya Gaudi merupakan nasionalisme Catalonia. Namun, unsur-unsur budaya Spanyol secara umum yang mencerminkan keberanian, kecintaan akan tantangan, keberagaman, serta unsur ‘craziness’, chaotic, dan kontradiktif ada dalam semangat karya-karya Gaudi.

Bentuk bangunannya yang aneh, namun indah. Hiasannya yang kadang menimbulkan kesan demonic namun menarik. Pengerjaan interior yang sangat menampilkan kesan emosional. Ia berani ‘gila’. Sesuatu yang ‘gila’ dalam konteks kreatifitas, bukanlah sesuatu yang selalu negatif. ‘Kegilaan’ dalam berkreasi dapat menjadi semangat desain yang mendorong semangat berkarya dan berinovasi. Semangat ini akan terus mendorong kita untuk selalu memberikan lebih dan yang terbaik dari diri kita; memacu kita untuk think out of the box.

Di sisi lain, gaya Gaudi yang acak-acakan dan nyeleneh, sebagai salah satu bentuk gaya ‘art nouveau’. Jika disandingkan dengan gaya internasionalisme yang seragam dan ‘bersih’. Mengingatkan saya pada salah satu bab di buku Wastu Citra. Bab Gaya Arjuna dan Rahwana. Buku ini merupakan buku arsitektur pertama saya, perkenankan saya mengutip sebagian.



Perhatikan tiang-tiang istana Mesir Kuno. apakah yang tampak mencolok? Tiang Mesir tampak sangat sederhana, walaupun garis-garis alur melintang pada tiang, beserta bantalan antara pucuk tiang dan balok yang ditopangnya cukup memberi kesan hiasan. Bentuk-bentuknya serba mengekang diri, penuh disiplin dan dapat dikatakan berwatak lelaki yang stabil, teguh tenang, tidak banyak cingcong. Tiang ini bagaikan tokoh wayang Bima dalam hal keseluruhan wataknya, tidak kenal basa basi dan jujur apa adanya. Tiang ini juga dapat diibaratkan gaya tari atau gamelan Jawa Tengah yang anggun seperti Arjuna sang jago perang yang sakti tetapi sangat tenang, penuh rasa pasti terhadap diri sendiri.

Sebaliknya, tiang India, berkesan serba bergerak, penuh ukiran, penuh nafsu haus ulah tingkah. Bahkan orang tidak mudah membedakan apakah ini unsur tiang yang bertugas pokok menopang balok atap, jadi harus kuat dan teguh, ataukah unsur hiasan belaka. Tiang semacam ini lebih merupakan karangan bunga. Ia mirip pemuda yang masih bergelora darahnya dan berbuat hal-hal yang sulit diduga sebelumnya. Dinamikanya bagikan penari dan gong Bali yang serba panas dan mengibas-kibaskan raga dan kipas serba kontras, kian kemari antara gamelan yang ekstrem nyaring serba gerak cepat lalu tiba-tiba ekstrem lembut lamban, penuh kejutan.

Dua watak gaya itu kita temukan dalam banyak wujud arsitektural di mana pun. Kedua-duanya merupakan pola yang sama-sama manusiawi dan sah; dan dapat kita temukan di dalam diri kita. Kedua pola itu dpaat kita pilih, tergantung pada selera atau kecenderungan citarasa kita, ataupun kehendak situasi. Gaya tari Jawa Tengah dan gaya tari Bali, kedua-duanya punya pengagum-pengagum sendiri, dan keduanya saling melengkapi. Kita pun membutuhkan orang yang tenang dan stabil untuk tugas-tugas tertentu; namun untuk tugas-tugas lain sering justru sebaliknya: dibutuhkan orang yang penuh gelora dan semangat berapi-api. Demikian pula dalam pemilihan bentuk karya-karya wastu kita harus mempertimbangkannya masak-masak, pola mana yang kita pilih, agar selaras dengan sasaran yang ingin kita capai.

Dapat dikatakan bahwa gaya Gaudi merepresentasikan gaya yang serba serba bergerak, penuh ukiran, penuh ulah tingkah. Walaupun Antonio Gaudi merupakan tokoh arsitek favorit saya, namun bukan berarti saya mengatakan bahwa gayanya adalah yang terbaik. Saya suka akan gaya pengerjaan bangunannya yang seakan dibuat oleh tangan, dimana seakan setiap bagian merupakan pekerjaan masterpiece yang dikerjakan penuh perhatian. Serta memberikan kesan ‘hangat’, diantara gaya bangunan modern yang terkesan ‘dingin’.

Namun, seperti dikatakan dalam Wastu Citra, dimana setiap gaya memiliki pengagumnya sendiri dan penggunaannya harus disesuaikan dengan sasaran yang hendak dicapai. Dalam hal ini, saya ingin menyorot sisi demonic bangunan Gaudi. Bagian ini, merupakan bagian yang agak mengganjal bagi saya pribadi terhadap gaya Gaudi. Entah mengapa, sebagian hiasan-hiasan serta suasana ruang yang terbangun pada bangunan Gaudi memberikan kesan menakutkan (spooky dan creepy). Aura yang terpancar, memberikan kesan demonic yang cukup menyeramkan. Sebagai contoh buktinya, salah satu bagian Parc Guell pernah digunakan sebagai runway pagelaran busana pengantin di acara America’s Next Top Model, dengan tema The Frankenstein’s Bride. Ketika pagelaran berlangsung, di malam hari bulan purnama, kesan menyeramkan benar-benar tercipta. Selain itu, dalam imajinasi, saya bisa membayangkan beberapa bagian bangunan Gaudi bisa sangat cocok dijadikan site pembuatan film Damien 666.


Terlepas dari itu semua, Antonio Gaudi merupakan arsitek besar yang totalitas semangat desainnya perlu kita hargai dan teladani.


Sebagai penutup, saya ingin mengkaitkan tema tulisan saya ini dengan kehidupan mahasiswa arsitektur sehari-hari. Seperti dikatakan di awal, budaya Spanyol merupakan budaya yang penuhi akan unsur-unsur keberanian, kecintaan akan tantangan, keberagaman, serta unsur ‘craziness’, chaotic, dan kontradiktif. Sebagai contoh, dalam adu banteng, nyawa matador dipertaruhkan di ujung tanduk, demi kenikmatan permainan adu nyali. Semakin beresiko dan ‘nyaris mati’, pertunjukkan semakin menarik. Thrill and excitement in one package.

Tantangan dan resiko itu juga yang saya pikir, menjadi daya kerlap dunia arsitektur. Hampir dalam setiap film dokumenter tentang proyek-proyek arsitektur, tercermin bagaimana setiap hari ada saja masalah yang timbul. Apa yang telah direncanakan di atas kertas dan komputer, menemui kendala di lapangan. Setiap kemampuan individu bagai tersedot ke dalam proyek tersebut. Ketika permasalah dan tantangan paling rumit terpecahkan, seluruh anggota pekerjaan seakan mencapai kepuasan kerja yang amat sangat.

Tekanan dan kendala mungkin merupakan hal yang membuat stres. Namun, dari sisi lain, kita dapat melihat bahwa kendala tersebut memang merupakan tantangan dunia arsitektur. Arsitektur yang menuntut totalitas dan akan terus mendorong seseorang ke batas-batas maksimalnya, karena akan terus mendorong kemampuan seseorang untuk berkembang.

Bagi mahasiswa arsitektur, tekanan tugas dan STUPA di kuliah merupakan hal yang berat. Banyak yang berpendapat, kuliah arsitektur itu menguras tenaga dan pikiran. Banyak yang pada saat masuk kuliah agak berisi, setelah kuliah 2 tahun, jadi kurus ceking. Menjelang pengumpulan tugas, semua terserang stupangitis. Gejalanya adalah pandangan jadi kosong, mata mirip panda karena kurang tidur, bicaranya mulai tidak nyambung. Atau malah jadi gampang marah-marah, tampang depresi, yang cewek jadi cepat terlihat tua.. ha3

Tapi begitulah indahnya kuliah arsitektur, di sisi lain, jika tidak kuliah arsitektur, mungkinkah saya:

Mendapat kesempatan naik ke atap gedung berlantai 22? Merasa diri begitu kecil, dan bersyukur kepada Tuhan memberikan manusia kemampuan untuk membina sesuatu yang begitu besar.

Merasakan seperti apa basement gelap setengah jadi, yang konon kabarnya sering terjadi ‘penampakan’? Bulu kuduk meremang di tangan yang menggenggam senter lapangan yang mulai kedap-kedip.

Mengetahui bagaimana rasanya kerja rame-rame dengan teman, ngebut menyelesaikan tugas tekno yang sulit setengah mati sampai akhirnya terkunci di kampus.

Atau merasa tenang di subuh hari, ketika adzan pagi berkumandang, memandang maket yang baru selesai? Merasa satu semester berjalan cepat sekali. Terima kasih arsitektur...

Tidak ada komentar: